Idul Fitri telah berlalu, Semua umat muslim di dunia dan terkhusus di Indonesia selalu menyambut Idul Fitri dengan gegap gempita sebagai ungkapan rasa syukur karena berhasil melaksanakan ibadah puasa di bulan Ramadhan. Salah satu tradisi khas muslim di Indonesia dalam menyambut Idul Fitri adalah Halal bi halal. Suatu kebiasaan yang hanya ada di tanah air kita ini sebagai ungkapan untuk saling memaafkan atas kesalahan dan kehilafan yang dilakukan.

Ada sebuah tradisi kreatif khas masyarakat Muslim Tanah Air, yaitu Halal bi Halal. Satu kebiasaan yang hanya ada di negeri kita. Halal bi Halal muncul sebagai ungkapan saling menghalalkan kesalahan dan kekhilafan. Saling memaafkan satu sama lain. Setiap orang sadar tidak ada yang lepas dari kesalahan. Manusia tempatnya salah dan lupa. Idul Fitri dengan kegiatan Halal bi Halal-nya, membuat umat Islam melebur kesalahannya dengan berbagi maaf tanpa sekat yang membatasi, urai Ustads Dimas Maryono yang didaulat membawakan Hikmah Halal bi Halal di Auditorium Kantor Pusat Semen Tonasa, Senin, 25 Juni 2018.

Halal bi Halal sebenarnya doa bagi ummat islam agar termasuk kedalam orang-orang yang mendapat kewenangan. Ia menyampaikan bahwa perusahaan sebesar Semen Tonasa menghendaki adanya komunikasi yang harmonis dengan pemerintah maupun masyarakat setempat. Dimana, komunikasi tersebut dibangun atas dasar saling memberi dan menerima yang mana tentunya diharapkan agar silaturrahmi yang terjalin mampu mengdongkrak kinerja perusahaan yang lebih baik lagi dimasa yang akan datang, imbuhnya.

Ada tiga pelajaran yang bisa kita petik dari kegiatan Halal Bi Halal. Pelajaran pertama adalah pembersihan diri dari segala bentuk kesalahan. Ibarat pemudik yang pulang ke kampung halamannya setelah sekian tahun merantau ke negeri seberang. Dalam perjalanan itu tidak sedikit ia isi dengan kesalahan, seperti lupa salat, lalai menunaikan janji setia kepada Allah, lupa berdzikir, bersikap angkuh atau berlaku aniaya kepada diri sendiri.

Di hari nan fitri itu kita “mudik” kepada Allah. Kembali kepada-Nya dengan membawa proposal berisi rintihan permohonan ampun. Memohon ampun atas dosa yang terjadi. Kita sadar bahwa diri ini penuh maksiat. Halal bi Halal menggiring kita untuk kembali ke kampung halaman yang sesungguhnya.

Kembali kepada ampunan Allah yang sangat luas. Itulah makna hakiki dari kalimat Minal A`idhin wal Faizin yang artinya “Semoga kita kembali kepada fitrah dan menang melawan hawa nafsu.” Kembali kepada jati diri yang suci bak bayi yang lahir ke muka bumi. Bersih, bening dan penuh ketulusan.

Pelajaran kedua dari Halal bi Halal adalah membersihkan hati dari rasa benci kepada sesama. Terkadang karena persaingan bisnis atau faktor lainnya terbesit rasa dendam dan iri hati. Mari kita singkirkan penyakit-penyakit pengotor hati itu dalam momentum Halal bi Halal. Tidak ada lagi kedengkian. Kita ganti dengan kelapangan jiwa. Kita obati kesombongan dengan kerendah-hatian. Kita buang permusuhan dan kita isi dengan persaudaraan.

Pelajaran ketiga adalah memupuk kepedulian dan kebersamaan. Sebagai makhluk sosial, manusia tidak bisa lepas dari pergaulan dan kebersamaan yang dibangun lewat sikap tolong-menolong. Muslim yang kaya membantu saudaranya yang miskin. Sepatutnya rasa gembira seseorang juga memberikan bentuk kenikmatan yang lain, yaitu kenikmatan bersyukur dengan berupaya membagi kebahagiaan itu kepada sesamanya. Kini, saatnya setiap Muslim membumikan berkah-berkah kesalehan Ramadhan dengan menebar rasa bahagia ke setiap orang, memupuknya, merawat dan menjaga agar mendapatkan buah indahnya ikatan persaudaraan.